Minggu malam (14/12) kawasan wisata
Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah terasa dingin menyengat tubuh. Meski begitu, nampak gadis- gadis mengenakan tank top dan hotpant. Seakan, dinginnya udara terabaikan. Ya, gadis- gadis sexy itu memang pekerja sex komersial (PSK) yang memposisikan diri sebagai pemandu karaoke. Di Bandungan sendiri, terdapat sekitar 700 gadis muda yang mengais rejeki. Ratusan gadis mau pun janda muda itu tersebar di rumah- rumah kos, baik di Bandungan sendiri mau pun di wilayah Kecamatan Ambarawa. Angka 700 orang ini bukan asal menebak, sebab berdasarkan data yang dimiliki oleh Divisi Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Semarang terdapat sekitar 700 PSK dengan beragam kasta.Mereka datang dari berbagai tempat di pulau Jawa. Tak menutup kemungkinan sebagian diantaranya alumni gang Doly Surabaya, Jawa Timur. Kasta tertinggi dimiliki segelintir PSK yang menyandang predikat “primadona”. Posturnya tinggi, bertubuh langsing, wajah rupawan , usia 20 an tahun dan semakin lengkap dengan kulitnya yang kuning langsat. Tarifnya ? “ Untuk short time Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta,” kata seorang penjaga hotel kelas melati. Lho, kok Rp 500 ribu- Rp 1 juta ? Pengertiannya gimana ? Tarif short time tersebut ternyata mengalami fluktuasi seperti harga minyak mentah dunia. “ PSK jenis ini sering pilih- pilih customer. Ketika yang ngajak kencan costumernya masih muda, keren dan wangi maka tarifnya dipatok Rp500 ribu,” tuturnya. Aku sendiri agak geli, mendengar kata customer ini, meski begitu tawaku tak sampai meledak. Lantas, bagaimana kalau customernya usianya sudah bau tanah ? Ya tetap dilayani, tapi kocek yang dirogoh lebih dalam. Tiga jam Rp 1 juta ! Wow….Rp 1 juta hanya untuk melampiaskan nafsu syahwat. Edan tenan. Ada short time pasti ada juga long time, berapa yang harus dibayar untuk long time ? Mohon maaf, spesies jenis ini, sangat jarang melayani praktik long time. Mereka termasuk katagori barang langka, jadi ogah diforsir tubuhnya. Karena tubuh adalah aseet yang harus dijaga. Di lapis ke dua, terdapat PSK katagori menengah. Tarifnya di kisaran Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu. Seperti halnya para “primadona”, mereka juga pilih- pilih. Bukan customer yang dipilih, tetapi tarif mereka menyesuaikan situasi. Saat situasi ramai, tarif Rp 300 ribu yang dipasang, sementara kalau sepi ya banting harga hingga Rp 150 ribu. Tarif tersebut untuk short time. Misal pingin long time ? Tergantung negoisasi. Biasanya Rp 500 ribu sudah deal. Sedang kasta terendah bertarif Rp 100 ribuan (short time), untuk yang ini, jangan berharap terlalu banyak. Sebab, usianya rata- rata di atas 30 an tahun. Dengan kata lain, mereka sudah malang melintang di dunia prostitusi puluhan tahun atau mereka sebelumnya telah berkeluarga. Otomatis, “perangkat lunaknya” tak sedahsyat pemula. MELALUI CALO Berada di kawasan
Bandungan, sepertinya susah menghindar dari papas an gadis- gadis muda itu. Untuk yang memiliki bekal agama kuat, hal tersebut tidak ngefek. Tapi, bagi pria yang lemah iman, saat melihat paha mulus dibalut hotpant ketat, rasanya libido langsung menanjak naik. Pinginnya cepet- cepet mengetahui isi di balik hotpant itu. Untuk lelaki hidung belang yang lagi “belajar” memasuki dunia prostitusi, pasti merasa kebingungan untuk memulai kencannya dengan gadis- gadis itu. Tak perlu khawatir. Para penjaga hotel, dengan sigap akan membantu memanggil mereka, “ Sebutkan kriterianya, mau yang seperti apa. Nanti kami yang mengatur semuanya,” jelas penjaga hotel yang sama. Ya, para penjaga hotel dan losmen di Bandungan memang merangkap menjadi calo. Gaji mereka tak seberapa perbulannya, dengan menjadi calo PSK, rata- rata mereka mendapat komisi 25 persen dari tarif yang dipatok. “ Tak usah ngrembuk (bicara) halal atau haram mas. Saat ini yang haram saja sulit, apa lagi yang halal,” tukasnya sembari cengengesan. Penasaran dengan yang “primadona”, akhirnya kami sepakat untuk melihat seperti apa makhluk berpredikat “primadona” itu. Sekitar pk 20.00, kami nongkrong di salah satu lokasi Karaoke paling terkenal. “ Untuk yang ‘primadona’, nongkrongnya di sini mas,” bisiknya. Kurang lebih 30 menit kemudian, penjaga hotel berbisik sembari menunjuk gadis muda yang baru saja masuk ke loby. Gadis berwajah innocent ini mengenakan gaun panjang berwarna krem, dipadu dengan blazer coklat muda. Make up yang menempel sangat tipis, sehingga kesan naturalnya sangat kental. Menilik raut wajahnya, paling usianya maksimal 25 tahun. Dipandu penjaga hotel kami berkenalan, jabatan tangannya lembut. Seraya berbisik, ia menyebut namanya Dewi. Sebagai pria normal, aku sempat terpana. Gila…secara fisik, ia layak mendapat nilai minimal 9. Terlebih ketika ia bergerak sedikit, bau parfum green tea produk Elizabeth Arden seakan menebar. Jelas parfum yang dipakainya bukan parfum murahan. Dalam hati aku membatin, ya Tuhan kenapa gadis yang sangat mempesona ini tersesat di jalan yang terang ? Sorot matanya teduh, tak ada kesan bahwa dirinya seorang PSK yang menyandang predikat “primadona”. Meski begitu, sorot matanya sempat mencuri- curi penampilan lawan bicaranya. Mungkin ia lagi menilai, layak atau tidak orang yang di depannya mengajak berkencan. Mulutnya lebih banyak diam ketika diajak berbincang. Hampir 10 menit “diskusi”, kepala Dewi tak mengangguk tapi tak juga mengiayakan tawaran berkencan sesaat. Hingga tiba- tiba, smart phone miliknya bergetar. Nampaknya ada pesan masuk. Usai membaca isi pesan sebentar, dengan santun ia berpamitan. Ada customer langganannya menunggunya. Dalam sekejab, tubuhnya menghilang sementara bau parfumnya masih belum raib. “ Njenengan (anda) kebanyakan bicara mas, jadi dia tak percaya isi kantong njenengan, “ kata penjaga hotel seakan menyesali lenyapnya tip yang bakal ia terima. Agar perasaan sipenjaga hotel tak terlalu berlarut menyesali nasipnya malam ini, kami pun sepakat akan booking PSK dari kasta menengah. Aku diajaknya ke salah satu rumah kos. Di mana, karena sudah banyak yang “berdinas”, kami hanya ketemu dengan empat orang gadis. Seperti seragam wajib, pakaian yang dikenakan nyaris sama. Bagian atas tank top, bagian bawah hotpant ketat.Bahkan, saking ketatnya hotpant yang dipakai, aku meyakini ukurannya terlalu kecil buat mereka. Setelah sempat say hello dengan keempatnya, sekedar basa- basi kami mencairkan suasana yang agak kaku. Jauh berbeda dengan PSK yang menyandang level “primadona”, para gadis muda ini dari tubuhnya menebar bau parfum yang biasa dijual di mini market bercampur bau parfum laundry. Kendati wajah mereka rata- rata bernilai 7, namun jangan diharap enak diajak ngobrol. Mereka lebih banyak tertawa cekikikan meski tak ada yang lucu. Kira- kira memakan durasi 15 menit kami ngobrol. Empat gadis itu mulai merasa ada yang tak beres, keramahan semu dan keganjenannya mendadak hilang. Satu persatu mulai meninggalkan ruangan tamu kos-kosan. Ada yang dijemput, ada pula yang keluar ruangan begitu saja. Hingga tinggal kami berdua, sesama pria dengan tujuan yang berbeda. “ Wuah ! Njenengan itu tidak belajar dari pengalaman mas. Di sini ga usah banyak ngomong. Kalau seperti ini terus, ya ga bakalan dapat cewek,” gerutu penjaga hotel sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Aku hanya bisa minta maaf, akibat kebodohanku ia tak mendapatkan tip. Sampai akhirnya, aku berjanji bahwa besok malam akan datang bersama relasiku dan memastikan kejadian tadi tidak bakal terulang. “ Ya mas, saya tunggu. Tapi jangan terlalu malam kesininya,” tukasnya sambil memasukan pecahan Rp 50 ribuan yang sengaja kuselipkan di tangannya. (*)
Sumber : http://www.kompasiana.com/bamset2014/700-psk-di-bandungan-siap-melayani-melampiaskan-nafsu-syahwat-1_54f9257fa33311b6078b46d7
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Blogger Comment
Facebook Comment